SELAMAT DATANG DI BLOGKU SEMOGA BERMANFAAT

Sabtu, 24 Maret 2012

Pengertian al-Qur'an

Tugas Kelompok

AL-QUR’AN
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah: Metodologi Studi Islam
Dosen: Ajahari M.Ag







Disusun oleh;
Moh. Syamsu Dhuha
Yusup
Fauzianor
Juminawati



PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PALANGKARAYA


A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW, sebab turunnya al-Qur’an melalui perantara beliau, al-Qur’an mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan umat manusia di Dunia. Betapa tidak, semua persoalan manusia di dunia sebagian besar dapat ditemukan jawabannya pada al-Qur’an. Oleh karenannya kemudian al-Qur’an di yakini sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam pertama sebelum Hadist. Banyaknya persoalan manusia yang berkembang dimasyarakat pada akhir-akhir ini, salah satu penyebabnya ditengarai banyak manusia yang sudah mulai meninggalkan dan melupakan al-Qur’an. Oleh karenanya, dalam memahami al-Qur’an diperlukan pengetahuan tentang sejarah dan pengertian serta pendekatan-pendekatan untuk memahami al-Qur’an, agar al-Qur’an dapat memberikan jawaban yang pas dan sesuai dengan sekian banyak persoalan yang berkembang dimasyarakat. Jawaban yang sesuai dan pas dengan apa yang dibutuhkan dan dirasakan masyarakat pada saat ini sangat berarti dan berdampak positif bagi Islam yang dikenal sebagai agama yang rahmatan lil ’alamin.

B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Turunnya al-Qur’an
Sebagai kalamulloh yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril as, al-Qur’an diturunkan tidak secara sekaligus melainkan melalui beberapa tahapan:
• Malaikat Jibril as memasukkan wahyu itu kedalam hati Nabi Muhammad SAW,
• Malaikat Jibril as menampakkan dirinya kepada Nabi dalam rupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan menghafalnya,
• Wahyu datang kepada Nabi seperti gemerincing lonceng sehingga cara ini dirasakan beliau sebagai cara menerima wahyu yang sangat berat.

Cara turunnya wahyu yang disebutkan diatas memberikan penjelasan kepada kita bahwa turunnya al-Qur’an adalah secara berangsur-angsur, karena ada beberapa hikmah yang bisa diambil, seperti:
• Lebih memudahkan pelaksanaan dan pemahaman sehingga orang yang dikenai perintah tidak enggan melaksakan ketentuan-ketentuan hukum yang terkandung didalam ayat-ayat al-Qur’an,
• Diantara ayat-ayat al-Qur’an ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan kemaslahatan. Hal ini sudah barang tentu sulit jika al-Qur’an diturunkan secara sekaligus ,
• Ayat-ayat al-Qur’an ada yang diturunkan disesuaikan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi sehingga lebih mengesankan dan lebih berpengaruh dihati,
• Ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan ada yang merupakan jawaban daripada pertayaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan .

Ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun itu dapat dibedakan antara ayat-ayat yang diturunkan ketika nabi Muhammad masih tinggal di Mekah (sebelum hijrah) dengan ayat yang diturunkan setelah nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Di dalam kepustakaan, ayat-ayat yang turun tatkala nabi masih berdiam di Mekah maka disebut dengan ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah nabi hijrah ke Madinah maka dinamakan ayat-ayat Madaniyah. Adapun ciri-cirinya yaitu:
• Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh isi al-Qur’an, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Ayat-ayat Madaniyah pada umunya panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi al-Qur’an, terdiri dari 28 surat, 1.456 ayat,
• Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata ya ayyuhannas (hai manusia) sedangkan ayat-ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata ya ayyuhalladzina aamanu(hai orang-orang yang beriman)
• Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya mengenai tauhid, hari kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu, sedangkan ayat-ayat Madaniyah memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan sebagainya,
• Ayat-ayat Makkiyah diturunkan selama 12 tahun 13 hari, sedangkan ayat-ayat Madaniyah selama 10 tahun 2 bulan 9 hari.
Dari keterangan diatas, ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad masih berserakan dalam bentuk tulisan di atas pelepah daun kurma, lempengan batu dan kepingan tulang, disamping terpelihara dalam hafalan para sahabat. Pada zaman Abu Bakar, para penghafal dan penulis wahyu banyak yang gugur dimedan perang sehingga atas usul Umar bin Khattab, ayat-ayat yang masih berserakan tersebut agar dihimpun dalam mushaf yang sampai sekarang berada ditangan kita.


2. Pengertian Al-quran
Dari segi bahasa, terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai pengertian al-Quran. Sebagian berpendapat, penulisan lafal al-Qur’an dibubuhi hamzah(dibaca القرأن ). Pendapat lain mengatakan penulisannya tanpa dibubuhi hamzah(dibaca القرأن ). Asy-syafi’i, al-Farra dan al-Asy’ari termasuk di antara ulama’ yang berpendapat bahwa lafal al-Qur’an ditulis tanpa huruf hamzah.
Asy-syafi’i mengatakan, lafal al-qur’an yang terkenal itu bukan mustyaq (pecahan dari akar kata apa pun) dan bukan pula berhamzah. Lafal tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian Kalamulloh yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Dengan demikian menurut Asy-syafi’i, lafal tersebut bukan berakar dari kata qara-a (membaca), sebab kalau akar katanya qara-a, tentu tiap sesuatu yang dibaca dapat dinamai al-Qur’an karena lafal tersebut memang khusus bagi al-Qur’an, sama dengan nama taurat dan injil.
Al-Farra berpendapat, al-Qur’an bukan musytaq dari kata qara-a, tetapi pecahan dari kata qara’in (jamak dari qarinah) yang berarti; kaitan, karena ayat-ayat al-Qur’an satu sama lainnya saling berkaitan. Karena itu nun pada lafal al-Qur’an adalah huruf asli bukan tambahan.
Sedangkan al-Asy’ari juga berpendapat bahwa lafal al-Qur’an mustyaq atau pecahan dari akar kata qarn. Ia mengemukakan contoh kalimat qarnusy-syai bisysyai (menggabungkan sesuatu dengan sesuatu). Kata qarn disini bermakna gabungan atau kaitan, karena surah-surah dan ayat-ayat al-qur’an saling bergabung dan berkaitan.
Diantara ulama yang berpendapat bahwa lafal al-qur’an ditulis dengan tambahan hamzah ditengahnya adalah al-Zajjaj dan al-Lihyani. Menurut al-Zajjaj, lafal al-Qur’an ditulis dengan huruf hamzah ditengahnya berdasarkan pola kata (wazn) fu’lan. Lafal tersebut musytaq dari akar kata qar’un yang berarti jam’un. Selanjutnya ia mengemukakan contoh kalimat quri’al ma’u filhaudi yang artinya air itu dikumpulkan dalam kolam. Dalam kalimat ini kata qar’un bermakna jam’un yang artinya kumpul. Alasannya, al-Qur’an ‘mengumpulkan’ atau ‘menghimpun’ intisari kitab-kitab suci terdahulu.
Al-Lihyani berpendapat bahwa lafal al-Qur’an ditulis dengan huruf hamzah ditengahnya berdasarkan pola kata ghufron dan merupakan musytaq dari akar kata qara-a yang bermakna talaa(membaca). Pendapat al-Lihyani ini yang lazim dipegang oleh masyarakat pada umumnya.
Dengan mengikuti beberapa pendapat di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa secara lughowi al-Qur’an berarti saling berkaitan, berhubungan satu sama lainnya dan berarti pula bacaan.
Dari segi istilah juga terdapat perbedaan pendapat. Diantaranya, menurut Manna’ al-Qaththan, al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Kata kalamullah sendiri berarti setiap kata-kata yang tidak berasal dari Allah, seperti perkataan manusia, jin dan malaikat tidak teramsuk dalam istilah al-Qur’an.
Pendapat lain dikemukakan oleh al-Zarqani, al-Qur’an ialah lafal yang diturunkan kapada nabi Muhammad SAW, dari permulaan surat al-Fatihah sampai akhir al-Naas. Sedangkan Abdul Wahhab Khallaf berpendapat, al-Qur’an ialah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasululloh melalui al-Ruh al-Amin (Jibril as) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasululloh, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk bagi mereka dan menjadi sarana pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya.
Setelah pengertian al-Qur’an sudah kita ketahui, disini kita juga perlu mengetahui bahwa al-Qur’an juga mempunyai beberapa nama, diantaranya;
• Al-huda (petunjuk). Dalam al-Qur’an terdapat tiga kategori tentang posisi al-Qur’an sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum . Kedua, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa . Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman .
• Al-furqan (pemisah). Dalam al-qur’an dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang bathil . Al-syifa (obat). Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi penyakit-penyakit yang ada dalam dada(mungkin yang dimaksud disini adalah penyakit psikologis).
• Al-mau’izhah (nasihat). dalam al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasihat bagi orang-orang yang bertaqwa .
Disamping nama-nama diatas masih ada nama-nama yang lain, yakni; al-Dzikir (peringatan), al-Mushaf (himpunan lembaran), al-Kalam (firman Allah), al-Nur (cahaya), al-Rahman (rahmat), al-Karim (yang mulia), al-‘Ali (yang tinggi), al-Hakim (yang bijaksana), al-Muhaimin (pemberi rasa aman), al-Mubarok (yang diberkahi), al-Ruh (ruh), al-Haq (kebenaran), al-Amr (perintah)

3. Fungsi al-Qur’an
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia. Sudah barang tentu memiliki sekian banyak fungsi baik bagi Nabi Muhammad sendiri maupun bagi kehidupan manusia secara keseluruhan. Diantara fungsi al-Qur’an ialah:
• Bukti kerasulan Nabi Muhammad dan kebenaran ajarannya,
• Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Alloh dan percaya akan kepastian
• Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual dan kolektif,
• Petunjuk syari’at dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan tuhan dan sesama manusia. Atau dengan kata lain al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh manusia kejalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat.

4. Ulumul Qur’an Dan Ruang Lingkupnya.
Kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari kata Ulum dan Al-Qur’an. Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata ilm yang berarti ilmu, sedangkan al-Qur’an sendiri artinya kitab/kalamulloh yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu-ilmu yang berkaitan erat dengan al-Qur’an. Kata ilm dibentuk jamak dikarenakan banyaknya ilmu yang berkaitan dan disandarkan dengan al-Qur’an, antara lain; ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu rasmil qur’an, ilmu I’jazil qur’an, ilmu asbabun nuzul, ilmu nasikh wal mansukh, ilmu i’robil qur’an dan ilmu gharibil qur’an.
Dalam segi istilah, para ulama mendefinisikan arti Ulumul Qur’an sebagai berikut; al-Zarqani dalam kitabnya Manabi al-‘Irfan fi Ulum al-Quran, Ulumul Qur’an ialah beberapa pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an dari segi turunya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaanya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bias menimbulkan keraguan terhadapnya dan sebagainya.
Sedangkan menurut Manna’ al-Qhatthan, Ulumul Qur’an ialah ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an, dari segi pengetahuan tentang sebab-sebab turunya, pengumpulan al-Qur’an dan urut-urutannya, pengetahuan tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah dan hal-hal lain yang ada hubungannya dengan al-Qur’an.
Adanya Ulumul Qur’an bertujuan untuk mengetahui segala-ihwal al-Qur’an sejak wahyu pertama turun kepada nabi Muhammad SAW sampai terhimpun menjadi mushaf yang sekarang ada. Dikarenakan Ulumul Qur’an dijadikan sebagai alat bantu yang paling utama dalam upaya membaca lafal-lafal al-Qur’an, memahami isi kandungannya, menghayati, mengamalkan aturan dan hukum ajarannya, serta menyelami rahasia dan hikmah disyariatkannya sesuatu peraturan hukum. Namun demikian, al-Shiddiqy memandang pembahasan Ulumul Qur’an kembali pada beberapa pokok persoalan saja, seperti berikut;
• Persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang diturunkan di Makkah yang disebut dengan Makkiyah, ayat-ayat yang diturunkan di Madinah disebut dengan Madaniyah, ayat-ayat yang diturunkan ketika nabi berada dikampung dinamakan dengan Hadhariyah, ayat-ayat yang diturunkan ketika nabi dalam perjalanan disebut dengan Safariyah, ayat-ayat yang diturunkan diwaktu siang hari disebut dengan nahariyah, ayat-ayat yang diturunkan dimalam hari disebut dengan lailiyah. Persoalan ini juga menyangkut sebab-sebab turun ayat, yang pertama turun, yang terakhir turun, yang berulang-ulang turun, yang pernah diturunkan kepada seorang nabi dan yang belum pernah diturunkan sama sekali. Persoalan sanad , yang meliputi hal-hal yang mutawatir, yang abad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat nabi, para periwayat dan para penghafal al-Qur’an dan cara tabammul (penerimaan riwayat) Persoalan adab qiraat (cara membaca). Hal ini menyangkut waqaf, ibtida’ (cara memulai), imalah, madd (bacaan yang panjang), takhfif hamzah (meringankan bacaan hamzah), idghom dan lain-lain. Persoalan yang menyangkut lafal al-Qur’an yaitu tentang yang gharib, mu’rob (perubahan akhir kata), majaz (perumpamaan), musytarak (lafal yang mengandung lebih satu arti), muradif, istiarah dan tasybih.
• Persoalan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna amm (umum) dan tetap dalam keumummannya, ‘amm yang dimaksud khusus, ‘amm yang dikhususkan oleh hadits, yang nash, yang dhahir, yang mujmal (bersifat global, yang mufashshol (terperinci), yang mantuq dan lain-lain yang berkenaan dalam makna.
• Persoalan makna yang berhubungan dengan lafal, yakni fashl (pisah), washl (berhubung), ijaz (singkat), ithnab (panjang), musawah (sama) dan qashr (pendek).


5. Pendekatan Pemahaman al-Qur’an.
Setiap muslim dan muslimah berkewajiban untuk mengenal, memahami dan menghayati al-Qur’an dengan jalan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Pemahaman al-Qur’an adalah kunci yang dengannya dapat terbuka lebar-lebar pintu rahmat Allah, sebab memahami al-Qur’an berarti memahami kerahmanan-Nya kepada manusia, yang antara lain berwujud dalam aturan-aturan sebagai pedoman bagi kedamaian dan kebahagiaan dan keselamatan hidup dan dan kehidupan di dunia dan di akhirat.
Mengerti al-Qur’an berarti memiliki alat yang dengannya dapat mengenal dan sekaligus membedakan jalan hidup yang lurus, metoda yang tepat dan tujuan hidup yang mulia dari pada jalan, metoda dan tujuan hidup yang hina dina, yang menyesatkan dan menjerumuskan. Dengan pemahaman al-Qur’an yang benar terhadap al-Qur’an, maka terbukalah pintu-pintu kesempatan yang dapat menghantarkan kepada rahmat-Nya ykni hidup yang penuh berkah dan ridha-Nya. Sebaliknya, tidak paham terhadap al-Qur’an berarti tertutuplah pintu-pintu rahmat Allah dengan rapat, hidup terputus dari berkah-Nya, malah penuh dengan amarah-Nya. Demikian itu kiranya yang dimaksud dengan kalimah la’allakum turhamun. Ada beberapa metode untuk memahami al-Qur’an, diantaranya;
• Memahami AI-Qur’an Dengan AI-Qur’an. AI-Qur’an merupakan wahyu Allah yang antara satu dengan lainya saling membenarkan dan menafsirkan karenanya tidak akan kita temukan kontradiksi antara satu ayat dengan ayat lainya. Sebagai contoh Ibnu Katsir menghubungkan ayat 7 dari surat Al-Fatihah dengan surat An-Nisa 69 yg artinya “Dan barang siapa yg mentaati Allah dan Rasul-Nya mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah yaitu; Nabi-nabi para shidiqin orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yg sebik-baiknya.”
• Memahami AI-Qur’an Dengan Hadits. Disamping dengan ayat atau surat lain AI-Qur’an juga bisa dipahami dari hadits melalui penjelasan dari nabi Muhammad SAW hal ini karena nabi Muhammad SAW memang bertugas untuk menjelaskan Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya. Diantara contoh tafsir dari hadits nabi Muhammad SAW adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh lbnu Mas’ud yang artinya Ketika turun ayat ini “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan imanya dengan kezaliman..” hal ini sangat meresahkan para sahabat. Mereka bertanya; “Ya Rasulullah siapakah diantara kita yang tidak berbuat zalim terhadap dirinya?”. Beliau menjawab “Kezaliman disini bukan seperti yang kamu pahami. Tidakkah kamu mendengar apa yang dikatakan hamba yang shaleh “sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kezaliman yang besar.”. Kezaliman disini adalah syirik.
• Memahami AI-Qur’an Dengan Asbabun Nuzul. Tidak kurang dari sepertiga Al-Qur’an turun dengan asbabun nuzul . Ini berarti utk memahami maksud tujuan dan kandungan AI-Qur’an harus kita lakukan melalui asbabun nuzul. Menurut Manna Khalil Al Qattan dalam bukunya mabahits fi Ulumil Qur’an mendefinisikan asbabun nuzul “Sesuatu hal yang karenanya AI-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status nya pada masa hal itu terjadi baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.” Dengan memahami asbabun nuzul kita menjadi tahu latar belakang diturunkanya suatu ayat atau surat dan dengan itu pula kita menjadi tahu makna dan kandungan suatu ayat dan surat serta terhindar dari pemahaman yang keliru dari kandungan yang sesungguhnya dari satu ayat atau surat. Bahkan dengan asbabun nuzul pula kita bisa mencegah terjadinya penyalahgunaan makna suatu ayat untuk kepentingan-kepentingan yang justru bertentangan dengan misi AI-Qur’an.
• Memahami AI-Qur’an Dengan Qaul Sahabat. Para sahabat merupakan generasi yang merasakan suasana turunya AI-Qur’an apalagi mereka memiliki kesiapan rohani yang kuat untuk bisa menerima pesan-pesan yang terkandung di dalam AI-Qur’an. Karena itu wajar saja apabila utk memahami AI-Qur’an kita juga harus merujuknya kepada ucapan pemahaman atau penafsiran para sahabat terhadap AI-Qur’an. Disamping sahabat yang menjadi khalifah ada banyak sahabat yang sering kali menafsirkan AI-Qur’an misalnya saja lbnu Mas’ud Ubai bin Ka’ab Zaid bin Tsabit Abdullah bin Zubajr Aisyah r. a. dll. Diantara contoh tentang ayat yang ditafsirkan sahabat adalah firman Allah yang artinya “Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka itu bersyukur.”. lbnu Abbas menafsirkan ayat tersebut seperti yang dikutip oleh lbnu Katsir bahwa yang dimaksud dengan syaitan menggoda dari depan adalah agar manusia tidak percaya akan kehidupan akhirat dari belakang agar manusia terlalu cinta pada dunia dari kanan agar manusia mengabaikan syari’at dan dari kiri agar manusia lebih cenderung pada dosa dan kemaksiatan.
• Memahami AI-Qur’an Dengan Makna Katanya. AI-Qur’an merupakan kitab suci yang berasal dari bahasa Arab. Oleh karena itu utk memahami ayat-ayat yang terkandung didalam AI-Qur’an kita perlu menggunakan pendekatan dari makna kosa kata yang terdapat dari AI-Qur’an itu hal ini karena meskipun maksud AI-Qur’an tidak persis sama dengan arti harfiyah pada suatu istilah tapi paling tidak berangkat dari makna kosa kata kita akan memahami kemana arah atau makna dari suatu ayat. Sebagai contoh didalam AI-Qur’an terdapat kata “amar ma’ruf dan nahi munkar” yang diterjemahkan dengan memerintahkan yang baik dan mencegah yang buruk. Secara harfiyah ma’ruf itu artinya dikenal yakni sesuatu yg sudah dikenal oleh manusia. Kebaikan pada dasarnya sudah diketahui oleh manusia tapi meskipun manusia sudah tahu tentang kebaikan belum tentu manusia melakukan kebaikan itu. Adapun munkar artinya sesuatu yang diingkari keburukan kemaksiatan dan kebathilan disebut munkar karena pada dasarnya manusia tidak suka kemunkaran itu namun ternyata dengan hawa nafsu manusia malah melakukan kemunkaran itu makanya mereka harus dicegah dari melakukannya. Dengan demikian pendekatan makna kata untuk memahami kandungan suatu ayat menjadi sangat penting kita lakukan utk bisa memahami ayat itu sendiri.
• Memahami AI-Qur’an Dengan Tafsir Para Ulama. Kapasitas keilmuan kita yang belum memadai untuk memahami AI-Qur’an secara langsung tidak membuat kita harus berkecil hati untuk bisa memahami Al-Qur’an dengan baik kita mungkin saja bisa memahami Al-Qur’an dengan baik dengan membaca dan mengkaji penafsiran dan para ulama ahli tafsir yang diakui oleh para ulama dan umat Islam pada umumnya. Kita amat bersyukur karena para ulama itu sangat membantu kita dalam memahami AI-Qur’an dengan kitab yang mereka tulis. Baik ulama dari dalam negeri kita sendiri seperti Prof. Dr. Hamka dgn Tafsir Al Azhar Prof. Dr. Quraish Shihab dengan Tafsir Al Misbah Prof. Dr. Hasbi Ash Shiddiqi dgn Tafsir An Nur dll. Sedangkan ulama dari luar antara lain Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Kasir Abu Ja’far At Tabari dengan Tafsir At Tabari Ismail bin Amr Al Qurasyi bin Katsir dengan Tafsir lbnu Katsir hingga Sayyid Qutb dengan Tafsir Fi Zilalil Qur’an dll.  







DAFTAR PUSTAKA

- Al-Qur’an dan Hadits, Dr. Abuddin Abdul Nata M.A.
- Studi Islam, Prof. Dr. Muhaimin, Dr. Jusuf Mudzakkir, M.Si, Dr. Abdul Mujib, M.Ag.
- Al-Islam, Dr. Muhammad H.MS, Drs. H. Rois Mahfudh.
- Pendidikan Agama Islam, Prof. H. Mohammad Daud Ali S.H.
- Ulumul Qur’an, Drs. H. Romli Abdul Wahid, MA.
- Ulumul Qur’an, Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas al-Qur’an, Drs. Ahmad Izzan M.Ag.

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Belajar adalah suatu proses yang mengantarkan kita kepada suatu kesuksesan di masa mendatang.