A. Kenabian dan Dakwah Nabi Muhammad SAW
Rasulullah SAW lebih mengutamakan hidup mengasingkan diri dan menjauh dari keramaian ke gua Hira. Pada usia 40 tahun, beliau mendapat wahyu yang pertama melalui malaikat Jibril, yaitu :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5)
Untuk beberapa waktu, Rasulullah kembali melakukan kebiasaannya pergi ke gua Hira. Pada suatu hari, beliau mendengar suara yang datang dari langit, lalau beliau pu mengadahkan pandangan ke arah datangnya suara tersebut. Saat itu dilihatnya malaikat yang datang tempo hari berada di antara langit dan bumi. Beliau segera kemabli pulang ke rumahnya, seraya berkata kepada istrinya Khadijah: “Selimutilah aku, selimutilah aku!”. Maka turun firman Allah Ta’ala, yang merupakan perintah awal dari dakwah Rasulullah:
“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (Q.S. Al-Mudatsir: 1-7)
Maka mulailah beliau berdakwah secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Karena itulah yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabat dekatnya.
Setelah tiga tahun Nabi mengadakan dakwah secara sembunyi-sembunyi, turunlah wahyu yang menginstruksikan untuk berdakwah secara terang-terangan.
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu).” (Q.S. Al-Hijr: 94-95
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman. jika mereka mendurhakaimu Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Syu’araa: 214-216)
Pada awalnya masyarakat musyrik mencemoohkan dakwah Nabi, tapi ketika mereka menyadari kemajuan dakwah Nabi, mulailah mereka bertindak kejam, menyakiti nabi dan pengikut-pengikutnya. Mereka menentang Islam sebagai akidah yang memiliki sistem, corak, peradaban, politik, sosial, ekonomi dan agama. Ajaran dakwah Nabi bertentangan dengan dasar keyakinan mereka. Secara implisit Islam menentang seluruh institusi masyarakat yang sedang beralangsung saat itu seperti penghambaan diri kepada berhala, kehidupan ekonomi yang bergantung pada tempat-tempat suci, nilai-nilai kesukuan tradisional, otoritas kesukuan Quraisy dan solidaritas klan. Oleh karena itu mereka tidak menghendaki perombakan atas agama dan tatanan sosial mereka, menggantikannya dengan tatanan yang baru. Para pemuka dan aristokrat Quraisy Mekkah, yang menjadi penentang gigih terhadap ajaran Nabi. Umumnya beranggapan bahwa kebangkitan Islam identik dengan kehancuran posisi sosial politik mereka. Mereka ini adalah pihak yang diuntungkan dalam kebodohan masyarakat pada saat itu. Islam dipandang kan menjadi rintangan bagi mereka (Pemuka kaum Quraisy) lalu mereka mengahsut masyarakat untuk menentang dan melawan Nabi Muhammad.
Segala cara dilakukan oleh kaum Quraisy, membujuk Nabi dengan menawarkan harta, tahta, wanita bahkan sampai kepada kekerasan fisik. Setelah cara-cara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum Quraisy gagal, tindakan-tindakan kekerasan fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan.
Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk mekah terhadap kaum Muslimin, itu mendorong Nabi Muhammad untuk megungsikan sahabat-sahabatnya keluar Kota Mekah. Pada tahun kelima kerosulanya, nabi menetapkan Habsyiah (Ethopia_sebagai Negara tempat pengungsian, karena Negus raja negeri itu adalah seorang yang adil. Rombongan pertama berjumlah sepuluh orang pria dan empat wanita diantaranya adalah Usman Bin Affan beserta istrinya Rukayah putrid Rasulullah. Kemudian menyusul rombongan kedua sejumlah hamper seratus orang, dipimpin oleh ja’far Ibn Abu Thalib. Usaha suku Quraisy untuk mengahalang-halangi hijrah ke Habsyiah termasuk membujuk Negus agar menolak kehadiran umat Islam disana gagal. Disamping itu, semakin kejam mereka memperlakukan uamat Islam, semakin banyak orang yang masuk Islam. Bahkan, ditengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang suku Quraisy masuk islam yaitu, Hamzah dan Umar Bin Khatab. Dengan masuk Islamnya dua tokoh besar itu membuat posisi umat Islam semakin kuat.
Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum Quraisy. Mereka menempuh cara baru dengan melumpuhkan kekuatan Muhammad yang bersandar pasa perlindungan Bani Hasyim. Dengan demikian untuk melumpuhkan kaum Muslimin yang dipimpin oleh Muhammad mereka harus melumpuhkan Bani Hasyim terlebih dahulu secara keseluruhan. Cara yang ditempuh ialah pembaikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini, tidak seorang penduduk Mekahpun diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan dibuat dalam bentuk piagam dan disimpan didalam Ka’bah. Akibat baikot tersebut Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan yang tiada habisnya untu meringankan pemboikotan itu, bani Hasyim akhirnya pindah disuata lembah diluar kota Mekah. Tindakan pembaikotan itu selama tiga tahun dimulai pada tahun ke-7 kenabian. ini merupakan tindakan paling menyiksa dan melemahkan umat Islam.
Pemboikotan ini baru berhenti stelah beberapa pemimpin quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan merupakan tindakan yang keterlaluan. Setelah boikot dihentikan, Bani Hasyim seakan bernafas kembali dan pulang kerumahnya masing-masing, namun iak lama kemudian, Abu Thalib paman Nabi yang menjadi pelindung utamanya meninggal dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah istri Nabi meninggal dunia pula. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-10 kenabiaan, tahun itu merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad SAW. Sepeninggalan dua pendukung itu, suku Quraisy tidak segan-segan lagi melampiaskan nafsu amarahnya terhadap nabi. Melihat reaksi penduduk Mekah demikian rupa, nabi berusaha menyebarkan Islan keluar kota, namun di Thaif ia diejek, disoraki dan dilempari batu, bahkan sampai terluka dibagian kepala dan badannya.
Untuk menghibur nabi yang sedang duka, Allah mengisra’kan dan mengi’rajkan beliau pada tahun ke-10 kenabian itu. Berita tentang isra’ mi’raj ini menggemparkan warga masyarakat Mekah. Bagi orang kafir ia dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan Nabi, sedangkan bagi orang yang beriman ia merupakan ujian keimanan.
Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan datang dari sejumlah penduduk Yastrib yang berhaji ke Makkah. Mereka yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj memutuskan untuk masuk Islam. Pada tahun keduabelas kenabian beberapa orang dari Yastrib menyatakan ikrar kesetiaan kepada Nabi, ikrar ini disebut perjanjian ‘Aqabah Pertama’. Pada musim haji berikutnya penduduk Yastrib meminta agar Nabi berkenan pindah ke Yastrib, mereka berjanji akan membela Nabi dari segala ancaman. Nabi pun menyetujui usul mereka itu, perjanjian ini disebut perjanjian ‘Aqabah Kedua’.
B. Pembentukan Negara Madinah
Setibanya di Yastrib (Madinah), Nabi secara resmi menjadi pemimpin kota itu. Berbeda dengan periode Makkah pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam tentang kehidupan bermasyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai dua kedudukan, sebagai kepa agama dan juga sebagai kepala negara.
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara barunitu, Nabi meletakkan tiga dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yaitu :
1). Pembangunan Masjid. Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai tempat bermusyawarah, sarana mempererat silaturrahim, bahkan sebagai pusat pemerintahan.
2) Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesame muslim). Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah), dan Anshar (penduduk Madinah yang sudah masuk Islam). Dengan demikian, diharapkan setiap muslim merasa terikat dalam persaudaraan dan kekeluargaan.
3). Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi dan non muslim. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar. Dalam perjanjian itu jelas disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan kepada beliau. Dalam bidang social, dia juga meletakkan dasar persamaan antar sesama manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut Konstitusi Madinah.
Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat musuh-musuh Islam menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala pemerintahan, mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diizinkan berperang dengan dua alasan, yaitu :
1) Untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya
2) Menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya.
Dalam sejarah negara Madinah memang banyak terjadi peperangan sebagai upaya kaum muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh.
Perang pertama yang sangat menentukan masa depan negara Islam adalah Perang Badar, yang terjadi tanggal 8 Ramadhan tahun ke-2 Hijriah. Nabi bersama 305 orang muslim yang membawa perlengkapan sederhana melawan kaum kafir Quraisy yang berjumlah sekitar 1000 orang. Dalam perang ini kaum muslimin keluar sebagai pemenang.
Bagi kaum kafir Quraisy Makkah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan pukulan berat. Mereka bersumpah akan balas dendam. Pada tahun ke-3 Hjriah, mereka berangkat menuju Madinah dengan pasukan berjumlah sekitar 3000 orang. Awalnya pasukan Islam berjumlah sekitar 1000, namun karena pembelotan yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay dan 300 orang Yahudi, maka pasukan tersisa hanya 700 orang. Perang ini dinamai Perang Uhud. Dalam perang ini, Islam hampir saja sampai pada kemenanagn, namun mengalami kekalahan yang disebabkan karena godaan harta peninggalan musuh. Pengkhianatan Abdullah bin Ubay diganjar dengan tindakan tegas. Bani Nadir, satu dari dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengannya, diusir ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar.
Mereka yang mengungsi ke Khaibar itu kemudian menyusun rencana bersama penduduk Makkah dan mereka bersekutu untuk menyerang Madinah. Mereka berjumlah sekitar 24.000 orang. Atas usul Salman Al-Farisi, Nabi memerintahkan umat Islam untuk menggali parit untuk pertahanan. Setelah musuh tiba, mereka tertahan oleh parit itu. Namun, mereka mengepung Madinah dengan mendirikan kemah-kemah di luar parit hampir sebulan lamanya. Perang ini terjadi tahun ke-5 H, dan disebut perang Ahzab (sekutu beberapa suku) atau perang Khandaq (parit). Setelah sebulan pengepungan, angin dan badai turun sangat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan musuh. Mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negri masing-masing tanpa hasil apapun.
C. Haji Wada’ dan Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Pada tahun ke-6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, Nabi memimpin sekitar 100 muslimin berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ibadah Umrah, bukan untuk berperang. Mereka mengenakan pakaian ihram tanpa membawa peralatan perang. Sebelum tiba di Makkah, mereka berkemah di Hudaibiyah, beberapa kilometer sebelum Makkah. Penduduk Makkah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya, diadakan perjanjian yang dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah yang isinya antara lain :
1) Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka’bah tahun ini tetapi ditangguhkan sampai tahun depan
2) Lama kunjungan dibatasi sampai 3 hari saja
3) Kaum muslimin wajib mengembalikan orang-orang Makkah yang melarikan diri ke Madinah, t\sedang sebaliknya, pihak Quraisy tidak harus menolak orang-orang Madinah yang kembali ke Makkah
4) Selama sepuluh tahun diberlakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Makkah
5) Tiap Kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kaum Quraisy atau kaum Muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.
Setahun kemudian, ibadah haji ditunaikan sesuai dengan rencana. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah menyaksikan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah.
Genjatan senjata telah memberi kesempatan kepada Nabi untuk menoleh ke berbagai negeri lain sambil memikirkan bagaimana cara mengislamkan mereka. Slah satu cara yang ditempuh Nabi adalah mengirim utusan dan surat kepada kepala-kepala Negara dan pemerintahan. Di antara raja-raja yang dikirimi surat adalah raja Ghassan, Mesir, Abenisia, Persia, dan Romawi. Namun, tak seorang pun yang masuk Islam. Ada yang menolak dengan baik dan simpati, tetapi ada juga yang menolak dengan kasar.
Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh jazirah Arab dan mendapat tanggapan positif. Hampir seluruh jazirah Arab menggabungkan diri dengan Islam. Perjanjian Hudaibiyah ternyata memperkuat Islam dan menjadikan orang Makkah terpojok. Mereka kemudian membatalkan perjanjian tersebut. Rasulullah segera bertolak ke Makkah dengan 10.000 orang tentara. Namun, umat Islam bias memasuki kota Makkah tanpa perlawanan. Patung-patung berhala di seluruh negeri dihancurkan, dan beliau berkhotbah menjanjikan ampunan Tuhan terhadap kafir Quraisy. Sesudah itu, mereka dating berbondong-bondong memeluk Islam. Sejak saat itu Makkah berada di bawah kekuasaan Nabi.
Pada tahun ke-9 dan 10 H (630-632 M) banya suku dari berbagai pelosok Arab mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad menyatakan ketundukan mereka. Tahun ini disebut dengan tahun perutusan. Persatuan bangsa Arab telah terwujud; peperangan antarsuku yang berlangsung sebelumnya telah berubah menjadi persaudaraan seagama.
Dalam haji wada’ (haji terakhir tahun 10 H (631 M), Nabi menyampaikan khotbahnya yag sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain :
1) Larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil, karena nyawa dan harta benda adalah suci
2) Larangan riba dan larangan menganiaya
3) Perintah untuk memperlakukan istri dengan baik dan lemah lembut dan perintah menjauhi dosa
4) Semua pertengkaran mereka di zaman Jahiiyah harus dimaafkan
5) Balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan
6) Persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan
7) Hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti apa yang dimakan tuannya, memakai seperti yang dipakai tuannya
8) Yang terpenting adalah umat Islam selalu berpegang teguh kepada dua sumber yaitu Al-Qur’an dan Sunah Nabi.
Isi khotbah ini merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam. Selanjutnya, prinsip-prinsip itu bila disimpulkan adalah kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas.
Al-Qur’an pun telah sempurna dengan turunnya firman Allah:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Maidah: 3)
Setelah itu, Nabi segera kembali ke Madinah dan mengatur organisasi masyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keamanan dan para da’i dikirim ke berbagai daerah dan kablah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu, Nabi menderita sakit demam. Pada hari senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 H/8 Juni 632 M, Nabi Muhammad SAW wafat dirumah istrinya Aisyah. Nabi tinggal di Makkah selama 13 tahun setelah kenabiannya, dan tinggal di Madinah selam 10 tahun sampai beliau wafat.
Selasa, 10 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
About Me
- Syamsu Dhuha
- Belajar adalah suatu proses yang mengantarkan kita kepada suatu kesuksesan di masa mendatang.
0 komentar:
Posting Komentar